Sinkronisasi Kurikulum dan Visi Misi Prodi D3 Farmasi dengan Kebutuhan Dunia Kerja

Di tengah tantangan dunia kesehatan yang makin kompleks dan dinamis, Program Studi D3 Farmasi Universitas Tidar (Untidar) menunjukkan satu hal penting: mereka tak sekadar mengejar akreditasi atau menyusun kurikulum di menara gading. Justru sebaliknya, mereka turun tangan langsung, membuka ruang diskusi dengan para pelaku lapangan.

Pada Selasa, 27 Mei lalu, Ruang Rapat Lantai 4 Gedung Kuliah Terpadu Fakultas Pertanian, Kampus Sidotopo, menjadi saksi berkumpulnya berbagai pihak penting dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk Sinkronisasi Kurikulum dan Visi Misi Prodi D3 Farmasi dengan Kebutuhan Dunia Kerja. Bukan sekadar seremoni, FGD ini terasa sangat membumi dan mendesak.

Yang menarik, ini bukan forum internal kampus. FGD ini menghadirkan mitra kerja nyata dari dunia farmasi, mereka yang sehari-hari berjibaku dengan kebutuhan pasien, logistik obat, dan pelayanan kesehatan riil.

Beberapa di antaranya Perwakilan dari Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten Magelang, Kepala instalasi farmasi dari berbagai rumah sakit seperti RSUD Tidar, RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang, RS Merah Putih, RST dr. Soejono Magelang, perwakilan industry yaitu CV. Herbal Indo Utama (HIU) dan Apoteker penanggung jawab dari sejumlah apotek besar di wilayah Magelang.

Hadirnya mereka memberi bobot lebih pada diskusi, karena masukan datang langsung dari pengguna lulusan—bukan asumsi atau teori belaka.

Apa yang Dibahas? Bukan Lagi Sekadar Teori. FGD ini memusatkan perhatian pada dua hal utama: penyelarasan kurikulum dan penyesuaian visi misi prodi dengan perkembangan dunia kerja saat ini.

Lulusan farmasi tak bisa lagi hanya mahir menghafal nama-nama obat. Mereka harus siap menghadapi dunia yang makin terintegrasi di mana pelayanan kefarmasian menuntut kecepatan, presisi, komunikasi yang baik, dan tentu saja etika profesional yang tak bisa ditawar.

Para mitra kerja pun memberi masukan yang sangat konkret, di antaranya:

  1. Kurikulum perlu menyesuaikan tren farmasi klinis, bukan hanya aspek distribusi obat
  2. Pentingnya menanamkan kemampuan digital (misalnya sistem manajemen apotek berbasis software)
  3. Penambahan porsi pada soft skill, seperti komunikasi dengan pasien dan kerja tim antarprofesi
  4. Penguatan materi tentang regulasi dan kebijakan obat terbaru, yang sering luput dalam pengajaran

Diskusi ini juga menelurkan beberapa rencana kolaborasi strategis antara Prodi D3 Farmasi Untidar dan para mitra kerja. Bukan basa-basi, tapi tawaran langsung.

Program magang dan PKL (Praktik Kerja Lapangan) dengan supervisi yang lebih terstruktur. Kolaborasi dalam riset dan kajian lapangan, terutama terkait tren konsumsi obat dan edukasi masyarakat. Pelatihan bersama atau workshop yang bisa menjembatani gap antara teori kampus dan praktik di lapangan. Penjajakan kemitraan jangka panjang yang memungkinkan pembaruan kurikulum secara berkelanjutan sesuai perkembangan industri.

Kegiatan seperti ini sebetulnya bisa jadi titik balik dalam dunia pendidikan vokasi. Di banyak tempat, jurusan vokasi seperti D3 Farmasi sering terjebak dalam rutinitas administratif, lupa bahwa orientasinya adalah menyiapkan tenaga siap pakai.

Kalau boleh jujur, berapa banyak lulusan yang akhirnya kaget saat masuk dunia kerja karena realita begitu berbeda dengan apa yang mereka pelajari? Nah, FGD ini menjadi bentuk kesadaran kolektif bahwa kurikulum tak bisa jalan sendiri. Ia harus selalu berdialog dengan dunia nyata.

Yang perlu dijaga setelah FGD seperti ini adalah keberlanjutan. Evaluasi kurikulum bukan tugas satu kali. Dunia kerja berubah, industri farmasi juga berkembang. Harus ada mekanisme tetap—entah melalui forum tahunan, evaluasi berkala, atau pertemuan informal—yang memastikan kampus tetap terkoneksi dengan kebutuhan lapangan.

Dan bagi mahasiswa D3 Farmasi Untidar, ini kabar baik. Karena ketika kurikulum dibuat bersama mereka yang akan jadi atasan, kolega, atau rekan praktikmu kelak, artinya kamu sedang dipersiapkan untuk bekerja, bukan sekadar lulus.

Kampus dan dunia kerja bukan dua dunia berbeda. Dan FGD semacam ini menjadi jembatan yang bukan hanya menyatukan, tapi menyelaraskan agar setiap lulusan bukan hanya siap kerja, tapi juga dibutuhkan.

Penulis : Yusnia Diniari