Akuakultur Faperta UNTIDAR dan KKP Sebarluaskan Hasil Pendataan Populasi Jenis Ikan Belida Hampir Terancam di Rawa Pening

Senin (22/4) Akuakultur Fakultas Pertanian Universitas Tidar (Faperta UNTIDAR) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang menyebarluaskan hasil pendataan populasi jenis ikan belida hampir terancam di Rawa Pening kepada pemangku kepentingan melalui kegiatan Diseminasi Hasil Pendataan Jenis Ikan Belida di Rawa Pening di Universitas Diponegoro Semarang.

Pendataan dilaksanakan sebanyak tiga periode yaitu: 9-10 Januari 2024, 4-5 Februari 2024 dan 6-8 Maret 2024 dengan menggunakan alat tangkap kerai bambu, bubu dan lift net. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan estimasi kelimpahan populasi belida, hubungan antara panjang dan bobot ikan, sebaran frekuensi panjang, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG) dan Catch per Unit of Effort (CPUE). Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan selama 6 trip penangkapan mendapatkan total tangkapan sebanyak 47 ekor ikan belida, dan seluruhnya (100%) adalah jenis Belida Jawa (Notopterus notopterus). Estimasi populasi belida di Rawa Pening berdasarkan survei ini adalah 32 ekor/1.400 m2 atau 229 ekor/ha. Dengan demikian, dengan total luasan Rara Pening 2670 ha, maka bisa diestimasi jumlah total populasi ikan belida jawa (Notopterus notopterus) di Rawa Pening sebanyak 4343 ekor. Jika mengacu pada status kerentanan berdasarkan IUCN, hasil survei menunjukkan status populasi belida di Rawa Pening dalam kondisi hampir terancam.

Kepala LPSPL Serang Santoso Budi Widiarto saat membuka acara mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara LPSPL Serang dan Universitas Tidar (Untidar).

“Status pengelolaan ikan belida di Indonesia adalah dilindungi penuh sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi yang meliputi empat spesies yakni: Belida Borneo (Chitala borneensis), Belida Sumatera (Chitala hypselonotus), Belida Lopis (Chitala lopis) dan Belida Jawa (Notopterus notopterus),” terang Santoso.

Santoso melanjutkan, sasaran pengelolaan jenis ikan belida antara tahun 2020 s.d 2024 meliputi pemulihan populasi di habitat asli, pemetaan sebaran dan populasi di alam, pengaturan pengembangbiakan dan pengaturan peredaran.

Ahli Peneliti Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evoluasi, BRIN Haryono memaparkan bahwa ikan belida merupakan ikan asli dan bernilai ekonomis tinggi terutama sebagai bahan baku makanan khas seperti kerupuk dan pempek. Hingga saat ini belida sudah mulai dimanfaatkan sebagai ikan hias.

“Salah satu jenis ikan belida yakni Chilata lopis bahkan telah dinyatakan punah oleh IUCN tahun 2020, namun pada tahun 2023 ditemukan kembali (rediscovery). Secara internasional, belida belum masuk dalam perlindungan CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species),” imbuhnya.

Sementara itu, Dosen Akuakultur Universitas Tidar Waluyo menambahkan, kajian mengenai belida ini penting karena termasuk jenis ikan dilindungi, maka pengambilan data yang valid diperlukan untuk pengambilan kebijakan di masa mendatang. Kebijakan tersebut perlu memperhatikan tiga aspek pengelolaan perikanan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial.

“Kegiatan ini juga mendukung peran Universitas Tidar dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menitikberatkan pada penggunaan pola ilmiah pokok serta menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat,” tutupnya.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan (KEBP), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Fakultas Pertanian Universitas Tidar, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BP2MHKP) Semarang, Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, Stasiun PSDKP Cilacap, Penyuluh Perikanan Kabupaten Semarang, Kelompok Masyarakat Pengawas Rawa Pening dan Pelaku Usaha Perikanan di Rawa Pening. Sejalan dengan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menegaskan berkomitmennya dalam menjaga kelestarian biota laut dan keberlanjutan populasinya untuk kesejahteraan bangsa dan generasi yang akan datang.

Penulis : Md dan HUMAS DITJEN PENGELOLAAN KELAUTAN DAN RUANG LAUT